Kita hidup di saat superhero menjadi “sesuatu”. Beberapa ada yang bagus banget, beberapa ada yang laku banget, beberapa ada yang hancur banget. Basically film superhero saat ini adalah “tambang uang” apalagi jika filmnya DC atau Marvel. Mau seburuk apapun pasti akan ada yang nonton. Gue basically suka film DC ataupun Marvel dan harus gue akui film adaptasi komik (dan apapun yang bisa diadaptasi) saat ini cenderung lebih ke meraup untung sebanyak-banyaknya dan kurang fokus pada cerita dan hal-hal sepele yang membuat suatu film bagus.
Hal itu membuat gue lebih mengapresiasi trilogi The Dark Knight ketimbang beberapa film superhero saat ini. Christopher Nolan tidak hanya membuat film superhero yang bagus tapi juga memberikan standar baru buat genre film ini. Nolan seakan membuktikan bahwa film superhero komik bisa dibuat realistis dan tidak seinferior itu. Tulisan ini tidak hanya membahas The Dark Knight saja (yang dianggap film superhero terbaik) tapi juga membahas Batman Begins dan The Dark Knight Rises, juga bagaimana ketiga film memberikan suatu legacy pada genre ini dan mengapa ketiga film ini lebih baik dari kebanyakan film superhero yang ada saat ini. Jika anda ingin menikmati film ini secara legal, untuk Batman Begins dan The Dark Knight bisa disaksikan di Catchplay+/HBO GO (khusus TDK), dan The Dark Knight Rises masih belum tahu (terakhir di Hooq tapi sekarang udah bangkrut). Jika ingin menonton tiga-tiganya secara back-to-back bisa tonton di Google Play Movie dan iTunes.
Batman Begins diawali dengan Bruce Wayne yang berlatih di League of Shadow agar menjadi “simbol harapan” Gotham, sesuatu yang tidak bisa ia lakukan sendiri. Dengan mengandalkan “rasa takut” sebagai kunci kekuatan, Bruce Wayne memakai moniker Batman dalam memerangi kriminalitas di Gotham. Di film ini Batman harus menghadapi Ra’s Al Ghul, pemimpin League of Shadow yang ingin menghancurkan Gotham karena Gotham “sudah tidak bisa diselamatkan lagi” dan Scarecrow yang memakai “rasa takut” sebagai senjata. The Dark Knight bercerita tentang Batman yang terjebak dalam “permainan” Joker yang menteror Gotham dengan kegilaannya. Batman juga harus berhadapan dengan Harvey Dent, seorang pengacara yang berhasil mengeliminasi kriminalitas di Gotham dan terjebak juga dalam “permainan” Joker sehingga menjadi Two Face. Sedangkan The Dark Knight Rises sendiri bercerita tentang Batman pasca kejadian The Dark Knight harus menghadapi Bane yang ingin melanjutkan misi League of Shadow dan mencegah Gotham dari kehancuran.
“Kerumitan cerita” di trilogi ini membuat gue hingga saat ini masih terlalu mengerti banget seperti apa ketiga film ini, yang sebenarnya bukan hal yang salah juga. Berbeda dengan kebanyakan film superhero yang terkesan “menyuapi” penonton dengan adegan yang mudah dicerna, Batmannya Nolan cenderung menyajikan adegan-adegan yang “bergizi”, yang bikin penonton “mikir” hingga mind blowing. Tarolah Batman Begins sebagai contoh. Filmnya diawali dengan Bruce Wayne yang berlatih ninja, tapi di setiap titik disisipkan beberapa adegan, seperti Batman yang takut pada kelelawar, orang tuanya terbunuh, Bruce menjadi saksi persidangan sang pembunuh yang nantinya terbunuh oleh bos mafia Gotham , hingga Bruce yang menyusup ke markas mafia. Sebenarnya adegan-adegan tsb membuat orang awam agak pusing, karena keribetannya tapi hal seperti ini membuat filmnya jadi terlihat “indah”.
Selain itu di setiap filmnya selalu ada “simbolisasi” yang membuat film ini jadi lebih berfilosofi. “Rasa takut” adalah kata kunci dari Batman Begins , dimana Batman mendapatkan “kekuatannya” dari rasa takut akan kelelawar dan ia menjadi Batman agar memberikan rasa takut terhadap para penjahat Gotham. The Dark Knight mengambil simbol “pengaruh” dimana kehadiran Batman ternyata berpengaruh besar untuk Gotham, tapi apakah positif atau negatif. Sedangkan The Dark Knight Rises memiliki tema “Kebangkitan”. Paska kejadian The Dark Knight Batman dan Bruce Wayne menutup diri karena merasa Gotham sudah tidak membutuhkan Batman lagi hingga suatu kejadian memaksa Batman untuk kembali lagi. Sempat terpuruk, hingga akhirnya bangkit lagi untuk menyelamatkan Gotham.
Dan setiap antagonis di ketiga film ini juga mendefinisikan tema-tema diatas. Scarecrow jelas merupakan psikiater spesialis rasa takut yang cocok dengan Batman Begins. Begitu juga dengan Joker dengan “permainan”nya yang membuat orang mempertanyakan pengaruh Batman sembari membuat pengaruh negatif dengan segala kekacauan yang ada. Harvey Dent juga merepresentasikan “pengaruh” sebagai pengadil Gotham yang cocok untuk kota ini namun dikhianati. Bane tentu saja mensimbolisasi “Kebangkitan” dengan revolusi radikalnya tentang Gotham. Meski dengan tema yang berbeda, namun semua antagonis di film ini memiliki satu tujuan: Menghancurkan Gotham dan setuap musuh-musuh di film ini secara sempurna memberikan dimensi baru buat sang superhero. Suatu hal yang absen di beberapa film saingan DC.
Hal lainnya yang menarik dari trilogi The Dark Knight adalah bagaimana ketiga film ini membekas secara emosional. Ini adalah masalah yang banyak terjadi di kebanyakan film superhero. Filmnya mungkin bagus, tapi tidak memberikan perasaan atau simpati terhadap tokoh utamanya. Beberapa superhero bahkan tidak berkembang dari kejadian yang terjadi di film, bahkan jika harus menghadapi penjahat luar angkasa yang ingin menghancurkan dunia. Batman disini tentu tidak seperti ini berkat pendekatan realistis dan grounded. Di 3 film ini kita disajikan dengan Batman yang lebih manusiawi, dimana Batman bisa rapuh dan tidak selalu benar dan keren seperti pendahulunya. Hal ini membuat kita lebih tersentuh saat melihat “kematian” Batman dibanding dengan seorang pahlawan super yang kaya raya yang menyelamatkan galaksi dari penjahat yang ingin melenyapkan separuh populasi dunia. Bahkan suatu franchise dengan banyak film yang saling terkoneksi sepanjang 11 tahun masih belum seemosional trilogi ini.
Kesuksesan franchise film ini membuat para studio “latah” untuk mengadopsi setiap elemen-elemen yang ada di ketiga film tersebut. Sayangnya tidak diimbangi dengan studi karakter yang benar. Tidak semua karakter cocok dibuat grounded seperti The Dark Knight. Apalagi beberapa parameter begitu kontras dengan Batman ini, seperti menghadapi makhluk luar angkasa atau manusia yang bermutasi. Wajar saja jika banyak yang gagal, tak terkecuali DC itu sendiri yang mengadopsi pendekatan serupa di DCEU. Namun jika tokohnya sesuai maka akan sebagus The Dark Knight. Kalau gue bisa memberi contoh sepertinya Joker (2019) sangat merepresentasikan manifesto Nolan seputar superhero. Sebenarnya tidak harus grounded banget, yang penting sesuai dengan sumber aslinya.
Harus diakui hingga saat ini tidak banyak (kalau tidak ada) seri film yang serevolusioner The Dark Knight trilogy. Bahkan suatu franchise dengan jauh lebih banyak film , spesial effect kelas atas, yang menjadi franchise film terlaku sepanjang masa belum dapat mengalahkan estetika film ini. Bobot cerita, character study, dan investasi emosional membuat film ini tidak hanya menaikkan martabat film superhero, tapi meredefinisikan film superhero itu sendiri. Memang perlu “investasi” lebih untuk mendapat estetika seperti ini, namun terbayarkan dengan kepuasan penonton dan syukur-syukur bisa menjadi film terlaku. Dan film-film kayak gini sepertinya tidak akan muncul lagi dalam waktu yang cukup lama.
Gue pribadi tidak terlalu mengekspektasikan The Batman harus serupa dari 3 film ini, tapi gue yakin beberapa elemen di film ini akan diadaptasi, seperti character study, investasi emosional, dan neo-noir. Mungkin gak akan sebaik pendahulunya tapi gak bakal jadi film yang jelek. Paling tidak filmnya bisa diikuti oleh penonton casual dan gak seribet trilogi ini.