Wonder Woman 1984 Yang Semakin Wonderful

Wonder Woman 1984 Yang Semakin Wonderful

Film Wonder Woman bisa dibilang merupakan film superhero paling berpengaruh saat ini. Di saat film DC lagi terpuruk dan film superhero wanita semuanya buruk, film ini justru memutarbalikkan kedua hal itu. Alhasil , franchise sebelah juga ikut-ikutan bikin film solo superhero wanita. Dan seperti halnya film yang sukses, film karya Patty Jenkins ini tentunya mendapat sekuel. Beban tentu saja berat karena ini adalah pertama kali film DCEU memiliki sekuel. Setelah banyaknya delay, akhirnya Wonder Woman 1984 bisa tayang di bioskop.

Awalnya film ini adalah momen “head-to-head” film superhero wanita antara DC dan Marvel yang semuanya disutradarai oleh wanita juga. Namun karena pandemi membuat DC “memenangkan” 2020. Film ini juga menjadi momentum kembalinya bioskop untuk dibuka meski terbatas. Sialnya kota gue bukanlah salah satu yang buka saat itu. Alhasil, gue harus ke Jakarta hanya untuk menonton Wonder Woman 1984. Sebuah perilaku yang sangat beresiko tapi worth it. Gue juga mereview impresi kembali ke bioskop saat pandemi di blog ini.

Wonder Woman 1984 yang “lempeng” di awal

Seperti halnya Tenet, Wonder Woman 1984 menjadi film yang menampilkan logo baru dari Warner Bros. Dan film ini juga menjadi salah satu film yang tidak memiliki intro DC yang seperti di Wonder Woman pertama, “Joss”tice League, Aquaman, dan Birds of Prey. Film diawali oleh Diana kecil yang mengikuti semacam “Ninja Warrior” versi dewi Amazon dimana Diana gagal karena mengambil jalur pintas.

Lalu di 1984, Diana Prince menjadi superhero di Amerika meski merahasiakan gerak-geriknya. Terlihat di adegan ia menghancurkan CCTV agar pergerakannya tidak terlacak. Hingga akhirnya Diana bertemu dengan Barbara Minerva, sosok socially awkward yang cukup bersahabat. Film ini juga menampilkan Maxwell Lord, seorang television personality yang cuma bisa jualan surga (saat itu). Dan ada suatu batu yang akan mengubah hidup ketiga orang ini selamanya….

Sumber: Warner Bros

Lebih relate dibandingkan film pertama

Jika kalian kurang menyukai Wonder Woman yang pertama karena kurang suka film mitologis dan dongeng, mungkin kalian akan suka dengan sekuel ini. Film yang lebih “manusiawi” dibandingkan film pertama. Bahkan antagonisnya bukan dewa seperti Ares di film pertama. Setting film ini lebih banyak di kota dibandingkan Amazon yang hanya ada di adegan pembuka. Wonder Woman 1984 juga meninggalkan tone gelap dan depresif ala beberapa film DCEU awal. Alhasil, kita mendapatkan tone yang lebih berwarna dan lebih menyenangkan.

Banyak mendobrak pakem film superhero

Tidak seperti film superhero kebanyakan, Wonder Woman 1984 tidak banyak mengandalkan adegan jedag jedug antara superhero dan antagonis. Benar-benar fokus pada elemen emosional dan tema kemanusiaan yang ada. Lebih seperti petualangan dan romance dibandingkan film superhero yang kita kenal. Tapi sekalinya ada adegan aksinya benar-benar badass! Mungkin ada yang tidak suka dengan approach ini, tapi gue rasa ini unik karena film ini mendobrak pakem superhero yang ada. Menurut gue film superhero harus mencoba elemen diluar formulasi yang ada. Tapi tetap jadi film yang solid dan bisa dinikmati banyak orang. Oh ya ini pertama kalinya film superhero wanita yang antagonisnya wanita juga, sehingga film ini mengurangi elemen feminis yang jamak terjadi di film yang menampilkan wanita kuat.

Sumber: Warner Bros

Elemen pendukung yang membuat film ini semakin menarik

Selain aspek cerita yang menarik, ada beberapa hal lain yang membuat film ini semakin menarik. Dari scoring Hans Zimmer yang tidak pernah mengecewakan hingga adegan kembang api yang indah. Lalu peran antagonis di film ini juga dieksekusi dengan baik. Pedro Pascal berhasil menjadi Maxwell Lord yang gila hormat tapi tetap ngehe. Seperti versi jahat dari Bruce Almighty. Begitu juga dengan Kristen Wiig yang menambahkan sensitifitas komedi tapi tetap badass di adegan berantemnya. Kedua antagonis ini sedikit mengingatkan gue pada Shazam!, dimana antagonis di film itu sebenarnya gak worth it untuk kekuatan. Apalagi Dr Sivana sama Maxwell Lord sama-sama berasal dari keluarga yang abusive. Patty Jenkins berhasil menyajikan antagonis yang sebenarnya overpowered tapi solid.

Selain itu ada beberapa referensi dari film Supermannya Christopher Reeve terutama di akhir film. Referensi dari Supermannya Cavill juga ada kayaknya. Bahkan Star Wars (dimana Pedro Pascal memainkan si Mando) juga direferensikan disini.

Hal yang disayangkan dari Wonder Woman 1984

Sayangnya tidak ada film yang sempurna. Ada beberapa kekurangan yang cukup mengganggu di Wonder Woman 1984. Yang pertama adalah font opening credit yang membuat iritasi mata. Terlalu “murahan” secara estetika. Lalu referensi 80an di Wonder Woman 1984 juga terlalu tipis, membuat film ini terasa kurang sesuai dengan setting waktu yang tertera di judul. Lalu topik perang dingin yang kurang tereksplor. Yang paling mengecewakan menurut gue adalah lagu remix “New Monday” yang ada di trailer pertama tidak muncul di film ini. Padahal udah excited banget karena lagu itu.

Overall

Dengan resiko yang ada, film Wonder Woman 1984 adalah film yang pas untuk mengakhiri 2020. Film yang fun, heartwarming dan badass dalam satu film. Apalagi pendekatan film ini yang beda dengan film superhero sejenis membuat film ini selangkah lebih maju. Semakin spesial jika kalian menonton film ini di IMAX, lebih keluar aura bad ass film ini. Mungkin penggemar film superhero akan kecewa karena minimnya aksi. Tapi bagi yang kurang suka superhero mungkin akan menyukai film ini. Oh ya, gak perlu nonton film pertamanya untuk ngerti film ini.

Ada post credit di akhir film , gak tahu apakah ada pengaruh untuk sekuel film ini (atau mungkin buat spin-off)?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tenet Previous post Scifi Ribet Nan Beresiko di Tenet
Next post Kaleidoskop Film 2020